Tahap-Tahap Perkembangan Peserta Didik

Jejak Pendidikan- Adapun yang dimaksud peserta didik terutama dalam konteks penelitian ini adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dalam penelitian ini, peserta didik yang dimaksud ialah remaja yang berusia antara 11-24 tahun. Usia ini merupakan batasan usia remaja dalam lingkup masyarakat Indonesia. Dengan maksud lebih spesifik, peserta didik dalam penelitian ini ialah peserta didik dalam pendidikan Islam sehingga paradigma pendidikan Islam menentukan bagaimana proses pembentukan kepribadian dan bagaimana kepribadian itu harus menjadi.

Paradigma pendidikan Islam memandang bahwa peserta didik bukan miniatur orang dewasa sehingga metode belajar-mengajar tidak boleh disamakan dengan orang dewasa. Maka dari itu, perlu diketahui tahap-tahap perkembangan agar pendidik dapat menyesuaikan diri dalam menyikapi keadaan peserta didik. Landgren yang dikutip oleh Heri Gunawan bahwa terdapat dua fakta terkait dengan perkembangan individu: Pertama, semua manusia memiliki kesamaan pola perkembangan yang bersifat umum. Kedua, setiap individu mempunyai kecenderungan yang berbeda (secara fisik maupun mental). Perbedaan tersebut ternyata lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif.

Dalam jalur pendidikan formal, dikemukakan cara untuk membimbing peserta didik, yakni:



a. Pembentukan Kebiasaan

Tahap ini merupakan pembentukan kebiasaan-kebiasaan (drill) selama masa vital anak (0-2 tahun), masa kanak-kanak (2-7 tahun) dan kemudian memasuki masa intelek (7-13 tahun). Namun demikian perlu dipahami bahwa pembentukan kebiasaan lebih bersifat instruksi hanya sampai usia 10 tahun.


b. Pembentukan Pengertian

Pembentukan pengertian sebenarnya dapat dimulai sejak masa dini dengan prinsip melihat kadar kemampuan peserta didik dan tidak merugikan perkembangan jiwa anak. Pembentukan pengertian secara teoritis dapat diberikan sejak masa intelek (7-13 tahun), kemudian masa remaja (13-21 tahun), dan dalam masa dewasa (21 tahun dan seterusnya). Secara berangsur-angsur, diusahakan dalam tahap ini pendidik memberikan pengertian mengenai ajaran Islam (mâ al- îmân, mâ al-islâm, dan mâ al-ihsân) dan seluk-beluk permasalahannya dari bentuk yang paling sederhana sampai kepada pengertian yang luas dan mendalam sesuai kadar kemampuan penerimaan peserta didik.


c. Pembentukan Sikap Mawas Diri

Pembentukan sikap mawas diri (self-dicipline) cenderung menekankan usaha peserta didik secara mandiri. Demi terwujudnya kepribadian Islam, peran peserta didik lebih menentukan daripada usaha dan bantuan yang berasal dari pihak lain baik berupa pembiasaan, himbauan, intruksi, hukuman, dan hal-hal yang berasal dari faktor luar diri individu lainnya.

Adapun dalam psikologi perkembangan disebutkan periodisasi manusia yang dibagi menjadi tiga tahap, yakni sebagai berikut:



a. Tahap asuhan

Pada tahap ini, anak belum memiliki kesadaran dan daya intelektual. Anak hanya mampu menerima rangsangan yang bersifat biologis dan psikologis melalui air susu ibunya sehingga interaksi edukatif secara langsung belum dapat diterapkan.


b. Tahap pendidikan jasmani dan pelatihan pancaindra

Pada tahap ini, anak mulai memiliki potensi-potensi biologis, pedagogis, dan psikologis. Oleh karena itu, pada tahap ini mulai diperlukan adanya pembinaan, pelatihan, bimbingan, pengajaran, dan pendidikan yang disesuaikan dengan bakat. Selain itu, proses edukasi dalam tahap ini diterapkan dengan penuh kasih sayang.


c. Tahap pembentukan watak dan pendidikan agama

Pada tahap ini, anak mengalami perubahan biologis yang drastis dan masa transisi. Masa transisi adalah masa yang menuntut anak untuk hidup sesuai dengan norma masyarakat namun di sisi lain masa di mana anak ingin mencari jati dirinya. Proses edukasi pada fase ini adalah dengan memberikan suatu model yang islami agar anak dapat hidup sebagai remaja di tengah-tengah masyarakat tanpa meninggalkan kode etis islaminya. Meminjam konsep dari pendidikan karakter, pembentukan kepribadian yang efektif menuntut pelaksanaan yang seimbang antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 

Penekanan aspek kognitif agar peserta didik dapat membuat pertimbangan moral (value analysis) dan memikirkan secara logis alasan-alasan di balik sebuah tindakan. Penekanan aspek afektif dengan tujuan agar peserta didik dapat mengklarifikasi nilai-nilai (clarifying values) untuk membangun perasaan dan kesadaran dalam bertindak. Adapun penekanan aspek psikomotorik diperlukan untuk memberikan pengalaman bertindak (experiencing actions) kepada peserta didik melalui proses habituasi, agar peserta didik memiliki keberanian dan mendapatkan kesempatan untuk melakukan tindakan-tindakan moral. Dengan demikian tugas pendidik adalah mengoptimalkan ketiga aspek tersebut secara berkesinambungan agar diperoleh perpaduan aspek yang terinternalisasi dalam pribadi peserta didik.

Dengan mengetahui tahap-tahap perkembangan tersebut, diharapkan pendidik dapat menyesuaikan cara mendidiknya terhadap masing-masing peserta didik. Pengetahuan pendidik akan tahap-tahap perkembangan anak sesungguhnya sangat terkait dengan kompetensi pedagogis yang harus dimiliki setiap pendidik. Pada akhirnya, pengetahuan guru akan tahap-tahap dan kecenderungan perkembangan peserta didik akan mendukung pembentukan kepribadian peserta didik.


Sumber:
  1. Heri Gunawan, Pendidikan Islam: Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014).
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013, Standar Nasional Pendidikan, Pasal 1 Ayat (21).
  3. Sunarto dan B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008).

0 Response to "Tahap-Tahap Perkembangan Peserta Didik"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel

Iklan Bawah Artikel