Fase Perkembangan Anak Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

Jejak Pendidikan- Anak adalah kebahagiaan yang tak bisa dinilai, disaat kita bisa bersama dengan istri atau pasangan kita bisa mengikuti dan menyaksikan perkembangan anak-anak kita mulai dari bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Masa yang teramat sayang dilewatkan orang tua, apalagi anak pada masa-masa usia dini, karna pada saat itulah masa perkembangan otak balita kita atau sering disebut dengan golden period (masa keemasan). Rasa lelah bekerja seharian akan sirna sekejap, ketika kita menatap wajah anak kita yang sedang tidur, kita temukan wajahnya yang teduh, bersih, tanpa beban, dan penuh kedamaian. Sebagai orang tua, tentu kita akan selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Cukup makan, cukup sandang, dan di tempat tidur yang nyaman dengan fisiknya sehat sempurna.

Fisiknya yang sedang dalam proses tumbuh kembang, Keingintahuan mereka akan segala hal yang baru, menunjukkan kepada kita semua bahwa hidup ini harus selalu diisi dengan perjuangan, semangat belajar, dan kerja keras. Semua aspek kehidupannya, melahirkan inspirasi dan motivasi bagi kita untuk lebih berhati-hati menjaganya, agar kesuciannya tak terkotori oleh kesalahan pola asuh yang kita terapkan padanya. Dalam menerapkan pola asuh yang tepat, sebagai orang tua, tentunya harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentang fase-fase pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga tumbuh kembang anak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam konteks fase perkembangan anak, penulis akan menjabarkan fase-fase tersebut yang dirangkum dari kitab Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd karya Ibnu Qayyim yang membahas khusus tentang pendidikan anak yang didalamnya terdapat fase-fase kehidupan dan pertumbuh anak. Adapun fase-fase tersebut yaitu:


a. Fase Perkembangan Anak Periode Prenatal

Keberadaan konsep pendidikan prenatal dalam Islam menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah bisa diketahui dari penolakannya terhadap orang yang mengingkari adanya fungsi indera pendengaran, penglihatan, dan hati bagi bayi dalam kandungan. Beliau berkata:

Ada sebagian orang yang ketika berbicara tentang penciptaan manusia menduga bahwa manusia itu baru diberi fungsi pendengaran dan penglihatan itu setelah dilahirkan, keluar dari perut ibunya. Alasan yang mereka kemukakan pun adalah firman Allah dalam Surat an-Nahl ayat 78 yaitu:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (Q.S an-nahl:78/16)154 

Mereka berdalih bahwa ketika berada dalam perut ibu, mereka tidak melihat sesuatu dan tidak pula mendengar satu suara pun, sehingga ketika masih di dalam perut itu pemberian fungsi pendengaran dan penglihatan tidak ada gunanya. ayat diatas tidak bisa diartikan sebagai pemberi kejadian secara beruntun. Ayat itu justru merupakan hujjah atas apa yang mereka argumentasikan itu. Sebagai petunjuk sebenarnya nuraninya ketika ia masih di dalam perut si ibu, sudah diciptakan. 

Yang benar menurut ayat di atas adalah bila sperma itu telah berada di dalam rahim ibu selama empat puluh dua malam, Allah mengutus seorang malaikat untuk menyusup ke sperma tadi. Malaikat itupun kemudian memberikan bentuk, lalu menciptakan sistem pendengaran, penglihatan, kulit dan dagingnya. 

Demikianlah yang dimaksudkan dalam Ayat itu. Namun bila yang dimaksud mereka adalah wujud fisik mata dan telinga maka sebenarnya daya atau fungsi dengar dan lihat itu sudah diciptakan pula dalam bentuk janin itu. Hanya saja pengaktifannya tergantung pada hilang tidaknya selubung yang membungkusnya, bila sudah hilang, yang artinya juga telah keluar dari perut ibu maka system sistem itu akan bekerja sesuai dengan fungsinya.

Adapun tahap-tahapan perkembangan anak pada periode pranatal menurut Ibnu Qayyim adalah sebagai berikut: 

1) Menentukan Jodoh Sebagaimana halnya dengan Islam, 
Ibnu Qayyim juga menganjurkan mendidik anak semenjak anak itu belum merupakan suatu bentuk. Akan tetapi pendidikan prenatal dimulai sejak menentukan calon istri. Kecantikan, harta, status bukanlah merupakan pilihan utama dalam mencari istri yang nantinya menjadi pendidik bagi janinnya. Namun, kriteria itu harus diiringi dengan kriteria lain yang lebih penting seperti wanita itu harus beragama, wanita yang mempunyai rasa kasih sayang, wanita subur yang dapat memberikan anak atau keturunan karena keberadaan anak bagi orang tua bisa menyelamatkan orang tua dengan do‟a dan amal shalihnya, serta wanita yang berasal dari keluarga yang baik akhlaknya. Sebab sifat-sifat, perangai, tingkah lakunya itu akan menurun kepada anak-anak yang dilahirkannya.

2) Menikah 
Setelah tahap pemilihan jodoh dilalui, program prenatal selanjutnya sebagaimana yang diarahkan oleh Ibnu Qayyim adalah pernikahan. Dalam hal tersebut, hendaknya suami isteri memahami tujuan pernikahan itu sendiri. Pada dasarnya pernikahan merupakan sebuah upaya untuk melaksanakan sunnah rasul yang tujuannya tidak sekedar untuk pelampiasan syahwat saja, akan tetapi untuk mendapatkan ridho Allah dan pahala-Nya serta memperbanyak keturunan.

Demi menggapai salah satu tujuan dalam pernikahan, yaitu mendapatkan keturunan, Rasulullah memerintahkan kepada kita: "Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: "Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami". Maka andai kata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya.

3) Masa Kehamilan
Menurut Ibnu Qayyim, kehamilan seorang wanita itu timbul karena bercampurnya nuthfah laki-laki dengan nuthfah perempuan melalui persetubuhan. 

Hippocrates berkata di dalam bukunya al-Ajinnah:
jika sperma seorang laki-laki masuk dalam rahim seorang perempuan ketika bersetubuh, maka ia tidak akan mengalir keluar.  Akan tetapi ia akan menetap di dalam mulut rahim. Lalu mulut rahim itu terkatup dan sang wanita pun hamil. Setelah itu dua sperma pun bercampur di dalam rahim, dan terjadilah kehamilan. 

Proses tersebut melewati tiga waktu, yaitu sebelum bersetubuh, ketika melakukannya dan setelah melakukannya. Pada waktu pertama adalah persiapan rahim untuk menerima sperma. Lalu pada waktu bersetubuh, sperma keluar secara berbarengan, lalu menuju ke tempat persemayaman di dalam rahim lalu menetap di dalamnya. Maka rahim pun melingkupinya dan menjaganya agar tidak keluar dan rusak. Ibnu Qayyim menanggapi pendapat Hippocrates bahwasanya yang disebutkan tersebut. tidaklah benar secara mutlak. Akan tetapi yang terjadi adalah karena kehendak Allah semata. Wallaahu a‟lam.

4) Melahirkan 
Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa ketika janin telah dibentuk oleh sang Pencipta, posisi kepala janin masih berada diatas dan posisi kaki dibawah. Ketika Allah mengizinkannya untuk keluar, maka ia pun berbalik, sehingga posisi kepalanya berada dibawah dan kakinya berada diatas. Maka kepalanya akan keluar terlebih dahulu sebelum seluruh anggota badannya. Hal ini sudah diakui seluruh dokter dan para ahli anatomi tubuh. Ini merupakan salah satu kesempurnaan perhatian Allah terhadap janin dan ibunya. 

Karena ketika kepalanya keluar terlebih dahulu, seluruh badannya akan mudah keluar, tanpa ada anggota tubuhnya yang tertinggal. Karena ketika kedua kaki janin keluar terlebih dahulu, maka kemungkinan tangannya tersangkut di dalam rahim ibunya. Dan jika salah satu kakinya keluar terlebih dahulu, maka tidak bisa bahwa si bayi akan langsung keluar tanpa tersangkut di dalam rahim. Dan jika kedua tangannya keluar terlebih dahulu, maka bisa jadi kepalanya akan tersangkut di dalam rahim. Hal ini bisa terjadi karena kepalanya yang mendongak kebelakang, karena leher atau pundaknya terkait oleh tali pusarnya. 

Karena janin ketika turun untuk keluar, ia menuju tempat yang di dalamnya terdapat tali pusar yang panjang dan melilit leher dan pundaknya. Sehingga hal itu dapat mengakibatkan beberapa hal, diantaranya: bisa jadi tali pusar itu tertarik, sehingga si ibu pun merasa sangat kesakitan, bisa juga si janin yang mati atau sulit keluar, sehingga ketika keluar ia merasa kesakitan. Dengan demikian, hikmah Allah, Zat Yang Maha Bijaksana, menetapkan ketika janin keluar, posisinya berbalik saat masih di dalam rahim, sehingga kepalanya keluar terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh anggota tubuh yang lain

b. Fase Perkembangan Anak Sejak Lahir Hingga Usia Dua Tahun 

Pada masa awal perkembangan bagi seorang anak, Seorang anak pertama kali lahir ke dunia dipengaruhi oleh lingkungan disekelilingnya, serta dari siapa saja yang menyentuh, bekerja, dan bergerak disekitarnya. Untuk itu anak harus benar-benar dijaga dari hal-hal yang negatif, suara yang keras serta hal-hal yang dipandangnya menakjubkan dan gerakan-gerakan yang mengganggunya. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 
Dan seharusnya anak itu dihindarkan dari suara keras dan jelek serta dari pandangan buruk dan gerakan yang mengagetkan. Karena hal tersebut dapat mempengaruhi daya pemahamannya ketika besar.
Adapun konsep pendidikan Islam kepada anak yang baru lahir di antaranya dikemukakan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, yaitu: 
  1. Mengumumkan kelahiran anak dan memberi ucapan selamat
  2. Adzan dan iqamah di telinga anak
  3. Mentahnik
  4. Melaksanakan aqiqah dan mencukur rambut
  5. Memberi nama
  6. Menyusui
  7. Menyapih anak

c. Fase Perkembangan Anak Sejak Usia 2-7 Tahun 

Masa ini disebut masa kanan-kanan, yaitu mulai dari umur 2 tahun sampai 7 tahun. Pada masa ini dipandang sebagai masa-masa sulit karena mereka semakin bertambah nakalnya bahkan mereka lebih mandiri. Mereka juga lebih sadar bahwa pada saat-saat tertentu ia dapat mengatasilungkungannya tanpa bantuan dari orang lain, suka membantah orang tua dan banyak bertanya. 

Hal tersebut terjadi karena pada saat itu ia dapat mengkoordinasikan tubuhnya dan lebihmengenal lingkungannya tanpa bantuan orang lain. Demikian juga ia semakin tahu bahwa ia tidak harus tunduk kepada lingkungannya, entah itu situasi, benda ataupun orang tuanya sendiri. Ciri yang menonjol pada saat usia ini yaitu semakin meningkatnya kemampuan penguasaan anggota badan, kemampuan berbahasa dan minat bermain. Penguasaan anggota badan seperti tangan, kaki sudah sedemikian pesat bahkan ada kecenderungan penggunaan satu tangan dalam melakukan pekerjaan. Kemampuan berbahasa lebih baik termasuk mengucapkan kata-kata, susunan kalimat dan frekuensi bicaranya. Minat bermain sudah semakin berkembang, mereka sudah terlibat permainan berstruktur dengan teman-teman sebaya.

Pada fase ini, anak memerlukan sebuah kebebasan dalam bermain, dan tentunya tak luput dari pengawasan orang tua. Orang tua pun seharusnya menyediakan sebuah mainan untuk anak, karena dengan adanya mainan itu, si anak akan terhindari dari kejenuhan dan akan membantunya untuk berbakti kepada orang tua, dan menyenangkan hatinya, serta memenuhi kecenderungan dan kepuasan bermainnya sehingga kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang stabil.

Tak dipungkiri bahwasanya pada usia ini anak-anak memang perlu mainan guna mengembangkan akalnya, meluaskan pengetahuannya dan memberikan kesibukan kepada indera dan perasaannya. Al-Ghazali dalam nasihatnya menyarankan bahwa hendaknya sang anak diperbolehkan berinteraksi dengan mainan yang ringan, bukan mainan yang berat, setelah usai dari pelajarannya guna memperbaharui semangatnya, tetapidengan syarat hendaknya tidak sampai membuatnya kelelahan dengan mainannya. 

Untuk itu, al-Ghazali dalam nasihatnya mengatakan hendaknya usai keluar dari sekolahnya sang anak diizinkan untuk bermain dengan mainan yang disukainya untuk merehatkan diri dari kelelahan belajar di sekolah. Sesungguhnya jika sang anak dilarang bermain dan hanya disuruh belajar terus, hal ini akan menjenuhkan pikirannya, memadamkan kecerdasannya, dan membuat masa kecilnya kurang bahagia, sehingga pada akhirnya dia akan berusaha dengan berbagai macam cara untuk membebaskan diri dari perasaan tertekannya. 

Sesungguhnya mainan bagi anak-anak sama halnya dengan pekerjaan bagi orang dewasa. Anak yang sehat jasmaninya tidak akan dapat duduk manis sekalipun hanya lima menit. Anda akan melihatnya mencari-cari apa pun yang terlihat olehnya, lalu membolak-balikannya dan meletakannya dimulut, dan adakalanya dia berupaya untuk membuka dan melepaskan ikatanya untuk mengetahui apa yang ada di dalamnya.

Ibnu Qayyim memandang bahwa anak-anak di awal masa pertumbuhan dan perkembangannya harus segera diberikan pendidikan melalui arahan, bimbingan dan pembinaan semaksimal mungkin sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagai anak-anak yang shaleh dan memiliki kepribadian yang baik.

d. Fase Perkembangan Anak 7-10 Tahun 

Ibnu Qayyim mengatakan : 
Bahwa seorang anak hendaknya dijauhkan dari sifat malas, santai dan tidak mempunyai aktifitas positif, tetapi justru harus dibiasakan bekerja keras, sportif dan -melakukan berbagai kesibukan. Karena pada dasarnya orang yang paling bahagia adalah mereka yang dapat bekerja dan melakukan aktifitas-aktifitas positif dan kontributif, sehingga membiasakan anak dengan keseriusan dan kesungguhan belajar dan beraktifitas akan berdampak positif pada pola hidupnya di kemudian hari.
Di fase ini anak sudah mulai mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya sendiri sehingga di fase inilah kita sudah mulai mempertegas pendidikan pokok syariat seperti halnya shalat

e. Fase Perkembangan Anak Antara 10-15 Tahun 

Sejak berusia sepuluh tahun hingga usia balig, seseorang disebut dengan muraahiq (remaja) dan mendekati waktu bermimpi basah.

Masa-masa ini disebut masa-masa pubertas, masa pubertas merupakan salah satu fase pertumbuhan yang berjalan kurang lebih delapan atau sepuluh tahun antara umur dua belas sampai dua puluh satu tahun. Ketika itu seorang anak tumbuh menjadi dewasa yang ditandai dengan bulugh (usia balig) antara usia tiga belas sampai lima belas tahun bagi laki-laki dan sebelas sampai tiga belas tahun bagi perempuan. Secara individu masa pubertas perempuan berbeda dengan masa pubertas laki-laki. Perbedaan itupun dapat dipengaruhi oleh lingkungan. 

Akibatnya, didaerah iklim panas, masa pubertas relatif lebih cepat terjadi dibandingkan didaerah beriklim sedang atau dingin. Masa pubertas ditandai dengan perubahan-perubahan fisik, naluri, interaksi sosial dan rasio. Karena itu masa tersebut merupakan fase terpenting dalam kehidupan manusia. Perkembangan seorang anak biasanya bersamaan dengan organ-organ seksual dan jaringan syaraf yang sangat penting dalam perkembangan rasionya. Perkembangan tersebut disertai dengan fenomena-fenomena khusus dalam tingkah laku yang menuntut perhatian dan pengawasan.

Dalam perkembangannya, anak usia puber mengalami berbagai perubahan yang integral. Para orang tua dan pendidik harus mampu memahami dan menyikapi perubahan tersebut, sekaligus mampu menciptakan kiat yang andal untuk menghadapi berbagai masalah mereka sehingga diantara mereka akan terjalin keserasian yang paripurna. Tak jarang, ada juga orang tua dan pendidik yang kurang memahami gejolak jiwa anak-anak usia puber. Misalnya saja, seorang ayah masih memperlakukan anak yang tengah puber sepertihalnya ketika anak masih kecil, baik itu dalam kepribadian, emosional, kematangan rasio, serta kematangan sosial. 

Dia tidak memperhatikan perkembangan-perkembangan baru yang sebenarnya membutuhkan kiat-kiat bergaul yang berbeda dengan masa kanak-kanak. Sikap yang seperti ini akan menimbulkan kesenjangan antara orang tua dan anaknya, dan kondisi seperti ini akan terus berkembang sampai anak itu menginjak usia dewasa. Pada usia ini kekuatan tubuh dan akalnya pun bertambah. Dia juga mampu untuk melakukan berbagai ibadah. Sehingga dia dipukul jika meninggalkan shalat. Sebagaimana diperintahkan Nabi SAW. Pukulan ini adalah pukulan mendidik dan untuk melatihnya melakukan ibadah. Ketika mencapai usia dua belas tahun, dia memasuki kondisi lain.

Walaupun pena taklif tidak ditetapkan atasnya dalam masalah furu‟, akan tetapi dia telah diberi alat untuk mengetahui sang pencipta, juga untuk mengetahui ke-Esaan-Nya, serta kebenaran para rasul-Nya. Dia juga mampu untuk berfikir tentang hal-hal yang serupa dengannya juga untuk menetapkan dalil atas hal ini. Sebagaimana dia juga mampu untuk memahami berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian, serta kemaslahatan-kemaslahatan dunia. Maka tidak ada alasan baginya untuk kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Disamping adanya bukti-bukti yang mengharuskannya untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yang lebih jelas dari semua ilmu pengetahuan dan keahlian yang dipelajarinya


f. Fase Perkembangan Anak Antara 15-18 Tahun 

Jika seorang anak masuk usia 15 tahun, maka ada kondisi lain yang akan mendatanginya, yang bersamaan dengan bermimpi basah, tumbuhnya rambut kasar dan kaku disekitar kemaluan, suara membesar dan melebarnya lubang hidung. Yang dijadikan oleh syariat dalam penetapan usia balig adalah bermimpi basah dan tumbuhnya rambut. Adapun tentang mimpi basah, Allah AWT berfirman: 
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari),” (Q.S an-Nuur/ 24: 58)

Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif atau bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai di usia 18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17 tahun. Tanggung jawab yang dimaksud selain pada diri sendiri juga tanggung jawab terhadap keluarga dan juga masyarakat sekitar.

Bagi anak perempuan, pada fase ini hendaknya sang pendidik harus memerintahkan dan mewajibkan anak perempuannya untuk mengenakan hijab. Karena Allah telah memerintahkan kepada kaum wanita dan anak-anak perempuan untuk mengenakan hijab, untuk itu Allah SWT berfirman kepada Nabi-Nya: 
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (Q.S al-Ahzab/33: 59)
 Selanjutnya Nabi langsung melaksanakan perintah Allah kepada semua istri dan anak-anak perempuannya dan juga semua kaum mukmin, sehingga perkara hijab dikenal dan membudaya di kalangan semua wanita kaum muslim sampai sekarang, baik yang masih kecil maupun yang sudah dewasa. Dengan memahami fase pertumbuhan dan perkembangan anak, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peran orang tua sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dalam mendidik anak, karena sesuatu yang baik harus selalu benar menurut syariat agar amalan itu diterima dan diridhai. Sesuatu yang benar menurut Islam pasti mengandung kebaikan. Sesuatu yang baik dalam pandangan manusia tapi tidak benar menurut syariat adalah sesuatu yang harus ditinggalkan. 

Yang tidak kalah pentingnya bahwa dengan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak, maka diharapkan pengembangan minat dan bakat anak akan menjadi baik dan anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi seorang individu dewasa yang pintar, cerdas, patuh terhadap kedua orang tua, kepada Allah dan nabi-Nya.


Sumber:
  1. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd “Menyambut Buah Hati”, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok....
  2. Najib Khalid al-Amin, Tarbiyah Rasulullah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994).
  3. Nur Uhbiyati, Pendidikan Anak Sejak Dalam Kndungan Sampai Lansia, (Semarang: Walisongo Press, 2008),
  4. Jamal Abdur Rahman, Athfaalul Muslimin, Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin (Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasullullah SAW), Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi....

0 Response to "Fase Perkembangan Anak Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel

Iklan Bawah Artikel