Masa Kecil Tan Malaka | Tan Malaka dan Nilai Humanisme

Tan Malaka beruntung menjadi anak seorang pegawai pertanian Hindia Belanda, selangkah lebih maju dari warga lain. Tak heran jika umur 12 tahun dia
berkesempatan mengecap sekolah pendidikan guru yang didirikan oleh pemerintah Hinda Belanda, yaitu di Sekolah Raja Bukittinggi. 

Sejak usia sekolah itu pula dia menunjukan kecerdasan sebagaimana yang dikatakan guru Belandanya, G. H. Horensma, “Rambutnya hitam-biru yang bagus sekali, bermata hitam kelam seolah-olah memancarkan sesuatu. 

Selanjutnya Nishijima Shigerada, menulis pengalamannya tentang Tan Malaka: “Saya sangat terkesan oleh argumen-argumennya, karena didasarkan pada suatu analisa, mengenai suatu situasi internasional, saya berfikir, bagaimana bisa seorang yang tampak menyerupai petani bisa melakukan analisa begitu tajam? Dia bukan orang biasa. 

Sesungguhnya kami berbincang lebih dari dua jam, Subarjo berkata, Tuan Nishijima! Inilah Tan Malaka yang benar. Tidak perlu dijelaskan bahwa semula saya sangat terperanjat. 

Setelah menyelesaikan pendidkan di Sekolah Raja Bukittinggi, Tan Malaka mendapat rekomendasi dari guru Horensma untuk melanjutkan studi ke negeri Belanda di Sekolah Rijkskweekschool (Sekolah Pendidikan guru Pemerintah) di Haarlem. Di Negeri penjajah itu dia menyerap idiologi yang menjadi titik perjuangannya sampai akhir hayatnya. 

Tan Malaka mempunyai semangat yang tinggi dalam perjuangannya, ia memilih idiologi sosialis dan komunis dalam perjuangan politiknya untuk mewujudkan kemerdekaan. Koalisi Islam dengan sosialisme/komunisme disokong oleh motif yang sama untuk membebaskan diri dari kolonialisme. Tan Malaka berperan menghubungkan 
kedua ideologi, Islam dan sosialisme / komunis ini.

Di Belanda watak Tan Malaka terbentuk dengan; membaca, belajar dan penderitaan hidup yang dialaminya. Dalam menyelesaikan sekolahnya, ia harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengajar bahasa Melayu, di samping itu ia harus melawan penyakit bronkitisnnya. Ia pernah mencalonkan diri untuk Tweede kamer (parlemen) Belanda mewakili negeri jajahan, ini dilakukannya sebagai kendaraan untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terjajah.

Tan Malaka juga berkenalan dengan teori revolusioner, sosialisme, dan Marxisme-komunisme melalui berbagai buku dan brosur. Bahkan dia sempat diminta Suwardi Suryaninggrat (Ki Hadjar Dewantara) mewakili Indische Vereeniging dalam kongres pemuda Indonesia dan Pelajar Indonesia di Kota Deventer. Melalui interaksi dengan pelajar Indonesia dan belanda , dia semakin yakin bahwa melalui jalan revolusi , Indonesia harus bebas dari penjajahan Belanda. Keyakinan itu dia pegang secara konsisten. Inilah awal pengembangan politiknya. 

Dalam petualangnya di Kota-kota lain diluar Indonesia, Tan Malaka membangun kekuatan anti penjajahan, Dia melahirkan percikan pemikiran melalui buku, brosur, di antara bayang-bayang pengawasan intelijen Inggris, Amerika, dan Belanda. Sepuluh tahun pada akhir kehidupannya benar-benar Dia sumbangkan untuk tanah air, membangun kekuatan perlawanan rakyat melawan penjajahan Jepang dan Belanda.

Berbicara tentang Tan Malaka, maka kita berbicara tentang tokoh legendaris. Boleh jadi Dia lah tokoh pejuang paling misterius sepanjang sejarah kemerdekaan. Selama hidupnya Ia hanya beberapa tahun saja merasakan kebebasan dan berjuang ditengah-tengah rakyat, dan selebihnya ia berada di pengasingan atau dalam penjara. Aktivitasnya selama di dalam maupun di luar negeri, sebagai pejuang, menebarkan benih-benih anti kolonialisme dan anti kapitalisme.

0 Response to "Masa Kecil Tan Malaka | Tan Malaka dan Nilai Humanisme"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel

Iklan Bawah Artikel